LAPORAN
TEKNIK MEDIA TANAM
MEMBUAT PREPARAT AWETAN NEMATODA,
JAMUR DAN SERANGGA TANAH
Disusun oleh :
Dwi Hartatik
NIM 111510501150
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah sebagai media pokok tumbuh tanaman, selain berperan sebagai penyangga tanaman, berperan sebagai penyedia nutrient dan berkembangnya mikroorganisme tanah baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Tumbuhan dikatakan sehat atau normal, apabila tumbuhan tersebut dapat melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh tumbuhan tersebut. Fungsi-fungsi tersebut meliputi pembelahan, diferensiasi dan, perkembangan sel. Apabila tumbuhan diganggu patogen dan salah satu fungsi tersebut terganggu sehingga terjadi penyimpangan dari keadaan normal, maka tumbuhan menjadi sakit. Penyakit tumbuhan berdasarkan gejala dibedakan menjadi tiga macam yaitu, nekrosis, hipoplasia dan hiperplasia. Penyakit yang disebabkan oleh serangga dari parasit atau virus biasanya dibagi dalam tiga kelompok yaitu penyakit enn spordemi, epidemi dan sporadis. Penyebab penyakit yang bersifat biotis (parasit) meliputi jamur, bakteri, virus, nematoda sedangkan penyebab penyakit yang bersifat abiotis (non parasit) meliputi defisiensi unsur hara, keracunan mineral, kelembapan, suhu, sinar yang tidak sesuai dan pH tanah. Jamur adalah organisme kecil, umumnya mikroskopis, eukariotik, berupa filamen atau benang, bercabang, menghasilkan spora, tidak memilki klorofil dan memilliki dinding sel yang mengandung kitin. 8000 jenis spesies jamur dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan. Beberapa jenis jamur dapat tumbuh dan memperbanyak diri apabila memiliki inang, jamur tersebut disebut sebagai parasit obligat. Membutuhkan inang untuk sebagian daur hidupnya tetapi tetap mampu menyelesaikan daur hidupnya pada bahan organik mati maupun pada tumbuhan hidup, jamur yang seperti itu disebut parasit non-obligat. Nematoda adalah cacing halus yang hidup sebagai saprofit di dalam air dan tanah, atau sebagai parasit pada tanaman dan hewan. Nematoda yang hidup sebagai parasit pada tanaman memiliki stilet yang berfungsi untuk mengisap sel-sel tanaman sehingga fungsi fisiologi tanaman terganggu. Peran nematoda parasit tanaman dalam penurunan produksi pertanian di Indonesia masih belum disadari, baik oleh para pembuat kebijakan maupun petani. Padahal, serangan nematoda dapat menyebabkan kehilangan hasil yang cukup berarti. Kebanyakan nematoda menyerang perakaran tanaman. Adanya nematoda dan jamur dalam tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pembuatan preparat awetan perlu untuk dilakukan untuk mendapatkan spesemen nematoda, jamur dalam keadaan awetan sehingga apabila mahasiswa atau peneliti ingin mendapatkan informasi lebih lanjut tentang nematoda maupun jamur dapat segera dilakukan. Dengan adanya preparat awetan tersebut, anatomi maupun morfologi nematoda maupun jamur dapat diteliti lebih detail.
1.2 Tujuan
Untuk dapat membuat preparat awetan nematoda, jamur dan serangga tanah
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Nematoda merupakan salah satu jenis OPT penting yang menyerang berbagai jenis tanaman pertanian utama di Indonesia dan negara-negara tropis lainnya. Nematoda adalah cacing halus yang hidup sebagai saprofit di dalam air dan tanah, atau sebagai parasit pada tanaman dan hewan. Nematoda yang hidup sebagai parasit pada tanaman memiliki stilet yang berfungsi untuk mengisap sel-sel tanaman sehingga fungsi fisiologi tanaman terganggu. Peran nematoda parasit tanaman dalam penurunan produksi pertanian di Indonesia masih belum disadari, baik oleh para pembuat kebijakan maupun petani. Padahal, serangan nematoda dapat menyebabkan kehilangan hasil yang cukup berarti. Secara umum, serangan nematoda menyebabkan kerusakan pada akar karena nematoda mengisap sel-sel akar. Akibatnya, pembuluh jaringan terganggu sehingga translokasi air dan hara terhambat. Serangan nematoda juga dapat memengaruhi proses fotosintesis dan transpirasi sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, daun menguning seperti kekurangan hara, dan mudah layu. Karena pertumbuhan terhambat, produktivitas tanaman menurun (Mustika, I., 2010).
Nematoda merupakan cacing bulat yang tidak bersegmen, kebanyakan darinya memiliki siklus hidup yang bebas. Nematoda, berasal dari kata nema yang berarti benang dan oidos yang berarti bentuk. Besar dan panjang Nematoda beragam, ada yang panjangnya beberapa millimeter dan ada pula yang panjangnya melebihi 1 meter. Ciri-ciri umum dari kelas ini adalah mempunyai saluran pencernaan dan rongga badan, rongga badan tersebut dilapisi oleh selaput seluler sehingga disebut pseudosel atau pseudoseloma. Dan potongan melintangnya berbentuk bulat dan ditutupi oleh kutikula yang disekresi oleh lapisan hipodermis (l apisan sel yang ada dibawahnya). Nematoda adalah tubuh simetri bilateral, tidak memiliki anggota gerak (extermitas), dan pada umumnya bersifat gonochoristis . Secara keseluruhan Nematoda bersifat parasit, baik pada hewan, manusia maupun tumbuhan. Hewan-hewan hospes Nematoda biasanya berasal dari filum Annelida, Arthropoda, Mollusca dan subfilum Vertebrata, yang hidup di dalam usus, darah dan organ-organ tubuh lainnya (Setiawati, T.C., 2001).
Nematoda adalah salah satu kelompok dari sekian banyak hewan mikroskopis. Nematoda bisa ditemukan pada berbagai keadaan dimana terdapat air, walaupun air tersebut hanya ada sewaktu-waktu saja. Nematoda mendapatkan makanannya dari berbagai sumber dan banyak diantaranya berlaku sebagai spesialis parasit. Banyak sekali jenis tanaman dan hewan menjadi inang satu atau lebih species nematoda parasit, dan memberi dampak kerugian secara ekonomi. Diagram penggoresan suspensi bakteri dilakukan di atas medium agar secara ekologis memiliki peranan yang sangat penting (Rao, N. S. S. 1994).
Tubuh nematoda sangat rapuh sehingga mudah rusak jika tidak ditangani dengan benar. Untuk mendapatkan spesimen awetan yang baik maka proses pembuatannya harus mengikuti prosedur yang benar, dimulai dari cara mematikan, fiksasi hingga pembuatan spesimen awetan atau awetan dalam bentuk preparat (Suwanda, 2009).
Nematoda parasit tumbuhan dibagi ke dalam dua kelompok penting; kelompok pertama adalah jenis nematoda yang hidupnya senantiasa berpindah-pindah baik di luar maupun di dalam jaringan akar inangnya (migratory nematoda); kelompok kedua adalah jenis-jenis nematoda yang hidupnya tidak berpindah-pindah (sedentary). Nematoda sedentary berperilaku memacu tanaman inangnya untuk membentuk struktur sehingga memudahkan dalam mendapatkan sumber makanan sekaligus sebagai tempat berlindung. Untuk keperluan identifikasi, dibutuhkan pengetahuan tentang ekstraksi dan pengawetan spesimen baik dari tanah maupun dari tanaman (Rao, N. S. S. 1994).
Sampel tanah dari sistem perakaran tanaman yang diduga terserang penyakit, misalkan diakibatkan oleh nematoda sangat diperlukan untuk keperluan diagnostik maupun koleksi nematoda. Apabila di dalam suatu kelompok pertanaman dijumpai adanya gejala botak-botak (patchy symptom), dianjurkan agar tanah diambil dari area yang terserang dan juga dari area yang diduga tidak terserang sebagai pembanding. Dianjurkan untuk mengambil sampel tanah yang kondisinya lembab. Hal tersebut dikarenakan tanah kering dimana nematoda-nematoda dorman yang biasanya terdapat di dalamnya akan rusak pada saat pengambilan sampel atau pada penanganan selanjutnya(Suwanda, 2009).
Sampel tanah disimpan di dalam kantong plastik dan dipertahankan agar suhunya tetap sejuk selama dalam perjalanan. Sampel tanah sedapat mungkin segera diproses. Sampel tanah yang tidak dapat segera diproses dapat disimpan di dalam lemari pendingin. Walaupun demikian, agar diperhatikan bahwa tidak semua jenis nematoda dapat disimpan ditempat yang dingin. Terdapat beberapa macam cara untuk mendapatkan nematoda dari dalam sampel tanah maupun dari jaringan tanaman. Nematoda-nematoda yang bergerak aktif dapat diekstraksi dengan menggunakanmetode Whitehead tray atau Baermann funnel. Kedua metode ini sudah barang tentu memberikan hasil yang kurang memuaskan jika digunakan untuk mengekstraksi nematoda yang bergerak lamban atau nematoda yang ukuran tubuhnya besar (Suwanda, 2009).
Sebelum dilakukan fiksasi, nematoda harus dimatikan terlebih dahulu dengan cara pemanasan agar struktur tubuhnya tidak rusak. Cara mematikan yang benar adalah dengan memberikan panas yang sifatnya mendadak (±60 ºC), yaitu menyeduh dengan air panas atau dengan larutan fiksatif panas, kemudian segera didinginkan dengan manambahkan bahan yang sama. Mematikan nematoda dapat juga dilakukan dengan menuangkan air mendidih ke dalam kumpulan nematoda di dalam tempat yang sudah berisi air dengan volume sama dengan jumlah air yang dipanaskan. Mematikan nematoda dengan suhu yang berlebihan tidak dibenarkan karena dapat merusak struktur bagian dalam nematoda (Suwanda, 2009).
Metode fiksasi yang paling mudah dilakukan adalah dengan merendam specimen nematoda di dalam larutan formalin 2-5%, atau mematikannya dengan larutan formalin panas. Spesimen direndam dalam larutan fiksatif paling sedikit selama 12 jam, namun yang paling baik adalah selama 2 minggu sebelum dilakukan proses berikutnya. Larutan fiksatif lain yang biasa digunakan antara lain: TAF (formladehyde 3%, Triethanolamine 0,2% ditambah air destilasi), dan larutan FA 4:1 (formaldehide 4%, acetic acid 0,1% dan air destilasi). Kelemahan kedua jenis fiksatif tersebut adalahtidak bisa digunakan untuk menyimpan spesimen dalam waktu lama. Alkohol tidak bisa digunakan sebagai fiksatif jika akan melakukan kajian morfologi, namun dapat digunakan untuk analisis deoxyribonucleic acid (DNA) (Suwanda, 2009).
Tanaman atau bagian tanaman dan material cendawan yang akan dikeringkan dijepit diantara dua lembar kertas hisap (bloth paper) atau kertas koran. Kertas hisap atau kertas koran selanjutnya dijepit diantara dua lembar kertas karton yang permukaannya bergelombang. Papan atau bahan lain dapat digunakan untuk menggapit/mempres kertas karton. Proses pengeringan memerlukan waktu beberapa hari dan akan lebih cepat jika kertas hisap diganti setiap hari, dijemur atau memanfaatkan sumber panas lainnya. Spesimen harus tetap berada dalam penjepit sampai benar-benar kering supaya diperoleh hasil yang baik. Spesimen yang dibuka sebelum kering sering menyebabkan keriput dan mudah ditumbuhi cendawan. Kebanyakan tanaman yang dikeringkan dengan cara ini memerlukan waktu 5-10 hari. Sebelum disimpan di dalam herbarium sebaiknya spesimen difumigasi terlebih dahulu, atau diletakkan di dalam freezer
selama beberapa jam untuk mencegah infestasi tungau dan serangga perusak
(Suwanda. 2009).
Jamur rhizosfer merupakan salah satu kelompok mikrobia yang telah dilaporkan dapat menginduksi ketahanan tanaman terhadap berbagai penyakit, baik penyakit terbawa tanah maupun penyakit terbawa udara. Banyak jenis jamur dapat diisolasi dari rhizosfer tanaman budidaya seperti cabai, kentang, tembakau dan jagung, jamur ini dapat memacu pertumbuhan tanaman sehingga termasuk dalam kelompok Plant Growth Promoting Fungi/ PGPF
(Purwantisari, S dan Hastuti, R.B., 2009).
Pembuatan Preparat Nematoda dibuat secara semi-permanen menggunakan larutan triethanolamin formaldehyde (TAF) (formalin (40% formaldehyde) : triethanolamine : air destilata = 7 : 2 : 91). Pertama, air yang mengandung nematoda hasil ekstraksi diteteskan pada slide kaca (glass slide) yang bersih (bebas lemak), kemudian diteteskan larutan TAF yang masih panas (80ºC) dan ditutup dengan gelas penutup (cover glass) yang bersih. Selanjutnya preparat nematoda tersebut diamati di bawah mikroskop “compound” dengan pembesaran 100 – 400 kali. Dibuat sebanyak 20 preparat untuk tujuan identifikasi. Setiap preparat berisi 3 – 8 nematoda betina dan jantan Aphelenchoides sp. Untuk pengukuran panjang maupun lebar bagian morfologi nematoda maka secara khusus dibuat preparat nematoda segar dalam larutan aquades air. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari supaya tidak terjadi penyusutan atau perubahan ukuran akibat proses fiksasi yang melibatkan suhu
(Djiwanti, S. R dan Supriadi, 2008).
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan mendapatkan nematoda entomogenus adalah metode “trapping”. Pada penelitian ini digunakan umpan ulat jantung kubis yang didapatkan dari lapangan. Penggunaan umpan yang berasal dari hama lapangan dimaksudkan agar diperoleh jenis nematoda entomogenus spesifik patogenis terhadap jenis hama tersebut. Ulat umpan ditempatkan pada dasar cawan petri. Tubuh ulat tersebut diselimuti kain kafan seukuran luas cawan petri. Selanjutnya tubuh ulat dan kain kafan ditutup dengan gelas arloji (gelas cembung), agar ulat tidak keluar dari dalam cawan petri. Pengumpanan dilakukan selama satu minggu. Spesies nematoda yang diperoleh dari lapangan tersebut sebagian dibuat preparat yang selanjutnya difoto untuk mengetahui morfologik dan morfometrik nematoda (Subagiya. 2005).
Metode yang telah lama digunakan untuk mengidentifikasi nematoda ialah membandingkan ciri-ciri morfologi spesimen dengan pertelaan yang telah diterbitkan, seringkali dengan bantuan kunci identifikasi. Berkaitan dengan hal ini, specimen harus diawetkan dan direkatkan untuk diamati dan diukur dengan bantuan mikroskop mengharuskan dengan perbesaran tinggi. Untuk identifikasi yang meyakinkan, sebanyak 5–10 nematoda betina dewasa dan atau jantan perlu disediakan, karena beberapa ciri yang membedakan bersifat kuantitatif dan keragaman antar jenis umum dijumpai. Dalam banyak kasus, identifikasi nematoda parasit tanaman sampai tingkat marga dapat dilakukan berdasarkan ciri-ciri morfologi umum, pengetahuan mengenai inang dan fauna nematoda di daerah koleksi (Soekirno. 2008.).
Metode yang telah lama digunakan untuk mengidentifikasi nematoda ialah membandingkan ciri-ciri morfologi spesimen dengan pertelaan yang telah diterbitkan, seringkali dengan bantuan kunci identifikasi (Soekirno. 2008.).
Spora cemdawan yang akan diisolasi dari sampel tanah dapat dilakukan dengan metode tuang saring basah yang dilanjutkan dengan metode sentrifugasi. Spora yang diperoleh selanjutnya dapat diawetkan sebagai preparat awetan pada kaca obyek menggunakan media PVLG (Polyvinil alcohol lactic acid glycerin), dan setelah itu diidentifikasi (Setya, A. P dkk., 1995).
Pembuatan preparat spora FMA dimaksudkan untuk membantu dalam proses identifikasi. Dari preparat tersebut diharapkan informasi morfologi dan struktur sub-seluler spora dapat menentukan genus FMA. Pembuatan preparat menggunakan bahan pewarna Melzer’s dan bahan pengawet PVLG (polyvinyl lactoglycerol). Awetan PVLG tidak mengubah warna asli spora dan mempunyai daya simpan permanen, jika ditambahkan Melzer’s akan terjadi perubahan warna pada genus FMA tertentu. Penggunaan larutan Melzer’s dapat membantu dalam mempercepat identifikasi sampai ke tingkatan genus. Dengan bantuan mikroskop dan pinset spora, kumpulkan spora yang didapatkan berdasar ukuran, warna dan bentuk. Selanjutnya teteskan pada slide preparat masing-masing PVLG dan Melzer’s, tutup dengan kaca penutup, dan tekan sedikit pada larutan Melzer’s agar spora pecah dan terjadi reaksi. Analisis jenis spora FMA sesuai morfologi ukuran, warna, dan struktur sub-seluler (Hartoyo dkk., 2011).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum acara “Membuat Preparat Awetan Nematoda, Jamur Dan Serangga Tanah” ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 28 April 2012 pukul 14.00 – selesai, bertempat di Laboratorium Hama Dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Gelas arloji
2. Cawan petri
3. Gelas benda
4. Pancing
5. De glass
6. Lampu bunsen
7. Karton
8. Laminar Aair Flow
9. Jarum ent
10. Botol preparat
11. Kertas label
12. Glass woll
13. Lempeng alumunium
3.2.2 Bahan
1. Laktofenol
2 . Zat pewarna (asam fukshin, cotton blue, dan lain-lain)
3. Parafin
4. Lak kuku
5. Formalin 4% atau alkohol 70%
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Membuat Preparat Awetan Nematoda
1. Kumpulkan beberapa ekor nematoda yang telah difiksasi dan masukkan ke dalam gelas arlojiatau cawan petri yang telah berisis laktofenol panas (65-300C) dan diberi zat pewarna(asam fukhsin, cotton blue,dan lain-lain).
2. Buat lingkaran parafin pada gelas benda, tetesi laktofenol secukupnya (1-2tetes), beri glasswoll pada tiga sisi sebagai penyanggah agar nematoda tidak pipih.
3. Pindahkan nematoda dengan pancing (handling needle) dan tempatkan di tengah- tengah lingkaran parafin dalam laktofenol.
4. Tutup dengan kaca penutup.
5. Panaskan di atas lempeng pemanas atau lampu bunsen beberapa detik untuk mencairkan parafin lekatkan dengan lem atau lak kuku.
6. Kemudian masukkan ke dalam lempeng preparat yang terbuat dari lempeng alumunium, jepit dengan karton.
7. Beri etiket tentang nama spesies, nama kolektor, tempat dan lain sebagainya. Maka preparat awetan telah selesai(jadi).
8. Simpan dalam kotak preparat(ada yang terbuat dari kayu, plastik ataupun seng).
3.3.2 Membuat Preparat Awetan Jamur
Cara membuat biakan murni jamur (lakukan perkelompok masing-masing 5 orang).
1. Ambil cawan petri yang berisi beberapa bentuk dan warna hifa/miselium jamur dari hasil isolasi jamur pada praktiku sebelimnya, kemudian tempatkan didalam laminar air flow (entkas).
2. Amati jamur-jamur yang tumbuh.
3. Sesuai petunjuk dosen/asiten, maka ambil satu macam jamur dengan menggunakan jarum preparat atau jarum ent steril (telah dipanasi beberapa detik di atas lampu Bunsen).
4. Meia agar miring dibuka kapasnya dan ujungnya dipanasi dengan lampu Bunsen.
5. Goreskan hasil no.3 pada media agar miring di dalam laminar flow.
6. Tutup kembali media agar miring dengan kapas. Simpan dalam laminar air flow (entkas).
7. Setelah kurang lebih 4-7 hari dari pembuatan biakan murni, amati dengan seksama jamur yang tumbuh.
8. Selanutnya setiap mahasiswa mengambil hasil tumbuh jamur dalam media agar miring, bias sporanya, 2 miseliumnya atau golongan keduanya untuk selanjutnya dijadikan perparat awetan jamur.
9. Ambil dengan jarum preparat atau jarum ent steril hasil tumbuh jamur dalam media agar miring lalu tempatkan di atas gelas benda yang berisi laktofenol dala lingkaran parafirin. Amati dibawah mikroskop bentuk jamurnya apakah bagus dan layak untuk dijadikan preparat awetan ataukah tidak.
10. Apabila sudah dirasa bagus dan layak, maka tutup dengan cover slip.
11. Panaskan diatas lempeng pemanas atau lampu Bunsen.
12. Lekatkan dengan lem atau lak kuku.
13. Masukkan ke dalam lempeng alumunium, jepit dengan karton, beri etiket secukupnya.
3.3.3 Membuat Preparat Awetan Serangga Tanah
1. Gali permukaan tanah yang gembur, berpasir dan banyak mengandung humus pada daerah perakaran tanaman(tanaman kopi, kakao, kelapa, jagung, tembakau dan sebagainya), dengan menggunakan alat (cangkul, cetok, sabit, dan lainnya). Cari serangga (telur, larva, nimfa, pupa atau imago) yang mungkin terdapat dalam tanah tersebut. Apabila ditemukan serangga maka lakukan pekerjaan berikut :
2. Ambil dan kumpulkan serangga yang diperoleh sesuai dengan spesies, family, ordo serangga, jangan dicampur manakala serangga berbeda- beda.
3. Ambil satu spesies atau jenis, family atau ordo kemudian masukkan ke dalam air mendidih beberapa menit agar serangga tidak mudah terkontaminasi jamur atau bakteri patogen.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
-
4.2 Pembahasan
Pembuatan preparat awetan adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan spesimen nematoda dan jamurdalam keadaan awetan sehingga apabila mahasiswa atau peneliti ingin mendapatkan informasi lebih lanjut tentang nematoda dan jamur dapat segera dilakukan, misalnya ingin mengetahui jenis atau spesies nematoda dan jamur termasuk golongan parasit tanaman atau golongan bukan parasit tanaman. Dengan membuat preparat awetan hal lain yang dapat dicapai adalah kita dapat meneliti lebih detail tentang anatomi nematoda maupun jamur secara lebih detail.
Metode yang telah lama digunakan untuk mengidentifikasi nematoda ialah membandingkan ciri-ciri morfologi spesimen dengan pertelaan yang telah diterbitkan, seringkali dengan bantuan kunci identifikasi. Berkaitan dengan hal ini, specimen harus diawetkan dan direkatkan untuk diamati dan diukur dengan bantuan mikroskop mengharuskan dengan perbesaran tinggi. Identifikasi nematoda parasit tanaman sampai tingkat marga dapat dilakukan berdasarkan ciri-ciri morfologi umum, pengetahuan mengenai inang dan fauna nematoda di daerah koleksi (Soekirno. 2008.). Tahap-tahap dalam membuat preparat awetan nematoda adalah sebagai berikut:
1. Memancing nematoda
2. Membius
3. Membunuh (killing)
4. Fiksasi
5. Membuat preparat awetan nematoda
Memancing nematoda merupakan kegiatan memindah nematoda ke dalam suatu wadah sesuai dengan tahap atau rangkaian pekerjaan yang diperlukan apakah untuk diinokulasi, dibunuh ataukan difiksasi. Alat pancing yang dapat digunakan adalah bulu, kumis binatang, lidi yang diraut sampai runcing, dsb.
Membius nematoda dilakukan dengan tujuan khusus, missal ingin mengetahui waktu istirahat nematoda, ingin mengetahui fungsi organ nematoda sewaketu hidup, dsb. Membius nematoda dapat dilakukan dengan meletakkan nematoda di atas gelas benda yang ada lingkaran paraffin, Kemudian menetesi nematoda tersebut dengan beberapa tetes dichloro-etil eter.
Membunuh nematoda dimaksudkan agar nematoda tidak bergerak lagi sehingga pengamatan terhadap nematoda lebih leluasa, selain itu agar apabila nematoda tersebut sudah mati, maka bentuknya sama dengan bentuk dan posisi nematoda pada saat istirahat, sehingga dengan bantuan bentuk dan posisi ini dapat digunakan untuk mempermudah dan mengidentifikasi nematoda. Membunuh nematoda dapat dilakukan dengan metode pamanasan. Membunuh nematoda dengan cara pemanasan dimaksutkan agar struktur tubuhnya tidak rusak. Cara mematikan yang benar adalah dengan memberikan panas yang sifatnya mendadak (±60 ºC), yaitu menyeduh dengan air panas atau dengan larutan fiksatif panas, kemudian segera didinginkan dengan manambahkan bahan yang sama. Mematikan nematoda dapat juga dilakukan dengan menuangkan air mendidih ke dalam kumpulan nematoda di dalam tempat yang sudah berisi air dengan volume sama dengan jumlah air yang dipanaskan. Mematikan nematoda dengan suhu yang berlebihan tidak dibenarkan karena dapat merusak struktur bagian dalam nematoda.
Fiksasi dilakukan dengan tujuan agar nematoda tidak mengaami kerusakan akibat serangan mikroorganisme parasit, karena didalam larutan terdapat banyak nematoda parasit yang dapat menyerang nematoda, sehingga tubuh nematoda menjadi tidak utuh lagi, misalnya jamur dan bakteri. Metode fiksasi yang paling mudah dilakukan adalah dengan merendam specimen nematoda di dalam larutan formalin 2-5%, atau mematikannya dengan larutan formalin panas. Spesimen direndam dalam larutan fiksatif paling sedikit selama 12 jam, namun yang paling baik adalah selama 2 minggu sebelum dilakukan proses berikutnya. Larutan fiksatif lain yang biasa digunakan antara lain: TAF (formladehyde 3% Triethanolamine 0,2% ditambah air destilasi), dan larutan FA 4:1 (formaldehide 4%, acetic acid 0,1% dan air destilasi). Kelemahan kedua jenis fiksatif tersebut adalah tidak bisa digunakan untuk menyimpan spesimen dalam waktu lama. Alkohol tidak bisa digunakan sebagai fiksatif jika akan melakukan kajian morfologi, namun dapat digunakan untuk analisis deoxyribonucleic acid (DNA).
Kesulitan-kesulitan selama praktikum adalah dalam hal memancing nematoda, pekerjaan ini memerlukan trik khusus, sebab dengan perilaku nematoda yang cenderung aktif bergerak dan berukuran sangat kecil sehingga kesulitan dalam memancingnya. Perlu kesabaran dan keuletan dalam memancing nematoda. Selain itu hal yang perlu diperhatikan dalam membuat preparat awetan nematoda bahwa tubuh nematoda sangat rapuh sehingga mudah rusak jika tidak ditangani dengan benar. Untuk mendapatkan spesimen awetan yang baik maka proses pembuatannya harus mengikuti prosedur yang benar, dimulai dari cara mematikan, fiksasi hingga pembuatan spesimen awetan atau awetan dalam bentuk preparat.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembuatan preparat awetan nematoda dan jamur dilakukan untuk memudahkan mahasiswa maupun peneliti apabila ingin mendapatkan informasi lebih lanjut tentang nematoda dan jamur dapat segera dilakukan. Tahap-tahap dalam pembuatan preparat awetan nematoda adalah
1. Memancing nematoda
2. Membius
3. Membunuh (killing)
4. Fiksasi
5. Membuat preparat awetan nematoda
DAFTAR PUSTAKA
Djiwanti, S. R dan Supriadi .2008. Determinasi Nematoda Parasit Aphelenchoides Sp. Penyebab Penyakit Hawar Daun (Andrographis Paniculata) Sambiloto. Jurnal Littri. Vol.14(2) : 61 – 66.
Hartoyo, B., Ghulamahdi, M., Darusman. L. K., Aziz, S. A dan Mansur, I. 2011. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada Rizosfer Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Jurnal Littri. Vol.17(1) : 32 – 40
Mustika, I. 2010. Konsepsi dan Strategi Pengendalian Nematoda Parasit Tanaman di Indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol.3(2) : 81-82.
Purwantisari, S dan Hastuti, R.B. 2009. Isolasi dan Identifikasi Jamur Indigenous Rhizosfer Tanaman Kentang dari Lahan Pertanian Kentang Organik di Desa Pakis, Magelang. Jurnal Bioma. Vol. 11(2) :45-53.
Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI Press.
Setiawati, T.C. 2001. Biologi Tanah. Jember: Unversitas Jember.
Soekirno. 2008. Pedoman Pengelolaan Koleksi dan Identifikasi OPT (Khusus Untuk Tanaman Hortikultura). Jakarta : Direktorat Perlindunga Tanaman Hortikultura.
Subagiya. 2005. Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus Steinernema carpocapsae (All) Strain Lokal terhadap Hama Crocidolomia binotalis Zell. Jurnal Agrosains. Vol.7(1): 34-39.
Suwanda. 2009. Pedoman Pembuatan Dan Pengelolaan Koleksi Penyakit Tumbuhan. Jakarta : Pusat Karantina Tumbuhan Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian.
No comments:
Post a Comment